Minggu, 05 Februari 2017

Dhalang dari desa Gombang,Sawit,Boyolali

KI JUNGKUNG DARMOYO. S.Sn.


Jungkung Darmoyo, Lahir Boyolali, 24 Desember 1964, merupakan sosok yang jasanya tidak bisa dilupakan begitu saja dalam membangun dan mengabdi dalam karawitan Jawa. Peranan besar yang telah dilakukan, terutama dalam hal berprofesi sebagai dalang. Namun tidak terpungkiri. Peran dan kontribusi terhadap perkembangan kesenian, salah satunya karawitan. Sangat berdampak luas terhadap lingkup khalayak seniman lainnya. Jungkung Darmoyo dari kecil sudah banyak di gembleng oleh bapaknya Ki Mujoko Joko Raharjo tentang kesenian Jawa. Ki Mujoko Joko Raharjo yaitu pimpinan paguyuban Ngripta Laras pada 1959Bapak Jungkung darmoyo yaitu juga salah satu anggota dari paguyuban karawitan Condong Raos.
Peran dan kontribusi Jungkung Darmoyo terhadap karawitan jawa, salah satunya dalam mengembangkan dan berkarya dalam membuat gending-gending baru banyak diminati oleh masyarakat. Jungkung Darmoyo merupakan anggota paguyuban karawitan Ngripta Laras dari Gombang, Sawit, Boyolali.
Jungkung Darmoyo sebagai sosok yang dipanuti oleh masyarakat akan karya-karya dan sastra yang baik, maka penulis memilih topik ini sebagai pengetahuan dan wawasan untuk pribadi penulis dan khalayak, karena penulis berharap penggemar tidak hanya tau tentang karya-karyanya yang telah diciptakan, Namun masyarakat harus tau tentang peranan besar Jungkung darmoyo terhadap kesenian Jawa terutama Karawitan.

PROSES KESENIMANAN

Terlahir dari seorang seniman Jawa, Jungkung Darmoyo merupakan salah satu sosok yang pengabdian keseniannya sangat kuat. Dari kecil Jungkung Darmoyo sudah sedikit mengenal apa itu karawitan, karena pendidikan non-formal yang telah dia dapat dari bapaknya sendiri sangat berpengaruh akan ketertarikan Jungkung Darmoyo menjadi seorang seniman, terutama seniman Jawa.
Banyak gemblengan – gemblengan dari bapaknya tentang seni pedalangan dan karawitan, telah beliau asah dengan baik. Namun, rasa puas tidak akan pernah habis, rasa ingin tau Jungkung Darmoyo tentang kesenian Jawa sangat besar. Ketika lulus SMP, Jungkung Darmoyo melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Surakarta tahun 1982, mengambil jurusan pedalangan, melanjutkan sekolah di bidang kesenian, Jungkung Darmoyo yakin akan lebih tau tentang wawasan dan pengetahuan seni yang Jungkung Darmoyo pelajari. Karena teknik dan teori di luar tembok kampus dan di dalam tembok kampus sangat berbeda, walaupun kenyataan semua banyak diterapkan di luar tembok kampus.
Selama menempuh pendidik di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Surakarta, setiap hari Minggu Jungkung Darmoyo mengikuti kursus untuk belajar pedalangan di sanggar yang telah bapaknya dirikan di Dlimas, dan bapaknya sendiri juga menjadi pengajar di sanggar tersebut. Disamping itu, ketika tidak bersangkutan dengan sekolah maupun sanggar, Jungkung Darmoyo setiap mengulangi pelajaran yang telah didapatkan di sekolahan, yaitu dengan mempelajari sendiri teori – teori yang didapat di sekolahan, lalu mendengarkan dan praktek.
Setelah Jungkung Darmoyo lulus dari SMKI tahun 1986, lalu tidak hanya berhenti begitu saja rasa penasaran dan ingin tau yang besar tentang kesenian Jawa, kemudian Jungkung Darmoyo bersikap keras untuk melanjutkan pendidikannya menuju jenjang yang lebih tinggi. Jungkung Darmoyo kemudian memutuskan untuk kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Yogyakarta, mengambil jurusan karawitan. Banyak pengalaman tentan kesenian formal dan non-formal yang didapatkan Jungkung Darmoyo dalam perjalanan hidupnya. Jungkung Darmoyo lulus kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Yogyakarta pada tahun 1992.


PILIHAN PROFESI SEBAGAI SENIMAN

            Dalam menjalani profesinya sebagai seniman Jawa, Jungkung Darmoyo banyak dukungan dan dorongan total dari keluarga dan lingkungan. Dorongan  yang diberikan terhadapnya begitu besar akan profesi yang Jungkung Darmoyo lakukan. Karena rasa tanggung jawab yang telah diberikan bapaknya terhadap Jungkung Darmoyo atas pengabdian dalam berkesenian sangat besar.
Dari kecil dan awal Sekolah Dasar (SD), Jungkung darmoyo sudah  menekuni berbagai kesenian Jawa terutama pedalangan dan karawitan. Dalam perjalanan Jungkung Darmoyo sebagai siswa di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Surakarta dan Mahasiswa di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Yogyakarta, banyak suka duka yang di alami, contohnya dalam tuntutan mencari materi atau bahan perkuliahan dan dalam proses yang terkendala dengan waktu, karena menurut Jungkung Darmoyo dalam proses belum pasti mengarah ke pekerjaan.
Terkadang Jungkung Darmoyo mengalami masa-masa sulit dalam mengolah ilmu akan berkeseniannya, salah satunya mengalami masa kejenuhan, karena belajar kesenian yang dialami Jungkung Darmoyo kebanyakan belajar sendiri. Karena muara dari belajar itu adalah pentas, dan pentas itu belum tentu. Menurut Jungkung Darmoyo itulah kendala yang paling besar yang dihadapi ketika perjalananya dalam berkesenian. Namun tidak selalu mengalami masa sulit yang di alami Jungkung Darmoyo, Ketika kebangkitan itu muncul akan datangnya Job (pentas). Pentas-pentas tersebut yang mempengaruhi Jungkung Darmoyo untuk bangkit dan semangat melakukan profesi yang dilakukannya.
Setelah lulus dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Yogyakarta pada tahun 1992, Jungkung Darmoyo mengikuti jejak bapaknya dan ikut serta dalam paguyuban karawitan Ngripta Laras. Ketika ada pentas-pentas karawitan dan wayang, Jungkung Darmoyo ikut nabuh (memainkan gamelan). Paguyuban karawitan Ngripta Laras tersebut, termasuk paguyuban karawitan yang di pimpin oleh Ki Mujoko Joko Raharjo yang termasuk bapaknya Jungkung Darmoyo sendiri.


PERAN / KONTRIBUSI JUNGKUNG DARMOYO  TERHADAP PERKEMBANGAN KESENIAN

            Setelah apa yang dijalani Jungkung Darmoyo selama ini,dari kecil sampai lulus kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Yogyakarta pada tahun 1992. Disitulah peran tanggung jawab Jungkung Darmoyo sangat besar dalam mengembangkan kesenian jawa dan melestarikannya, karena faktor-faktor sosial yang mungkin menjadi salah satu beban yang dialami Jungkung Darmoyo untuk melakukan profesinya sebagai seorang seniman Jawa.
            Ketika Ki Mujoko Joko Raharjo bapak dari Jungkung Darmoyo tersebut, meninggal dunia, pimpinan Paguyuban karawitan Ngripta Laras di alihkan kepada Jungkung Darmoyo, untuk menjadi pimpinan baru, dan menjaga, melestarikan nama paguyuban karawitan Ngripta Laras untuk lebih Eksis di kalangan masyarakat terutama di dalam kesenian karawitan Jawa.     Dengan berputarnya waktu dalam berkeseniannya, Jungkung Darmoyo mampu mendapatkan prestasi-prestasi dan penghargaan dalam dunia kesenian yang di tekuni selama ini. Berbagai prestasi dan penghargaan Jungkung Darmoyo yang telah dapatkan yaitu :
1.      Penghargaan dari Walikota Semarang, Atas Kemajuan Masyarakat Dan Pemerintah Kota Semarang “Di Bidang Kesenian”. Semarang, 2007, H. Sukawi Sutarip, SH,. SE.
2.      Juara Iringan Ketoprak No. 1, di Timasan (di tempat Ki Anom Suroto)
3.      Penghargaan Diesnatalies, Menjadi “Dalang Seri Bratayudha”, di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
4.      Penghargaan Hari Wayang Dunia 2016, di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
5.      Duta Seni Pelajar Boyolali Tahun 2013 – 2016
·         2013 di Perancis dan Itali
·         2014 di Kanada dan USA
·         2015 di Hongkong, China dan Jepang
·         2016 di Rusia dan Dubai
Duta Seni Pelajar Boyolali 2017 yang akan datang, masih dalam proses yang akan Jungkung Darmoyo lakukan juga. Di dalam Duta Seni Pelajar Boyolali tersebut, Jungkung Darmoyo sangat berperan besar dalam kontribusi kesenian yang akan dibawa ke negara-negara yang akan di datangi. Kontribusi Jungkung Darmoyo tersebut salah satunya, pengenalan kesenian karawitan terhadap masyarakat dari luar negeri maupun masyarakat dalam negeri, terutama pelajar yang akan di kirim ke luar negeri, misal tentang rasa, nama – nama alat musik karawitan.
Walapun kebanyakan yang di kirim untuk Duta Seni Pelajar Boyolali itu seni Tari, namun tidak meninggalkan tentang seni karawitan, karena sebuah iringan/musik seni Tari itu berkaitan dengan seni Karawitan, disitulah Jungkung Darmoyo berperan besar dalam karawitan. Jungkung Darmoyo bukan hanya sekedar mengenalkan seni karawitan saja, namun Jungkung Darmoyo berperan untuk membuat iringan/musik Tari Duta Seni Pelajar Boyolali tersebut.
Bukan hanya penghargaan/prestasi yang Jungkung Darmoyo dapatkan, kontribusi untuk kesenian yang telah dilakukan Jungkung Darmoyo sangat banyak, inilah berbagai kontribusi Jungkung Darmoyo terhadap kesenian :
1.      Melatih karawitan di Puskesmas Sawit, Boyolali
2.      Melatih karawitan Ibu-ibu PKK, (Paguyuban Karawitan Setyo Laras), di Gombang, Sawit, Boyolali.
3.      Melatih karawitan Bapak-bapak, (Paguyuban Karawitan Among Laras), di Gombang, Sawit, Boyolali.
4.      Melatih karawitan di Sekolah Dasar (SD) Mungup 1, di Gombang, Sawit, Boyolali.
5.      Menjadi Juri karawitan, di Pengopo Ageng Balai Kota Klaten dan di Gedung RSPD Klaten.
6.      Menjadi Juri Mocopat, tingkat SD, SMP, SMK di Boyolali, 2013.
7.      Menjadi Juri Pedalangan Padat Se-Jawa Tengah, di Pendopo Ageng Taman Budaya Surakarta (TBS), Jawa Tengah.
8.      Membuat Iringan/musik Tari Ramayana, di Prambanan tahun 1989.
9.      Membuat Iringan/musik Tari dari Yoyakarta, di Taman Mini, Jakarta.
10.  Membuat Iringan/musik Wayang dengan dalang Ki Purbo Asmoro, tahun 2000. Di Nganjuk, Jawa Timur.
11.  Pentas Wayang Kulit dengan cerita “Kresna Duta” di stasiun TV Indosiar, di Jakarta.

Selain itu Jungkung Darmoyo juga memiliki naluri komponis yang kuat, naluri tersebut datang dari tradisi yang di tekuni selama perjalanannya di dunia kesenian. Di samping itu dalam kontribusinya terhadap kesenian terutama karawitan, dengan dukungan naluri komponis yang ada, terutama karawitan, Jungkung darmoyo membuat karya-karya yang berwujud Gending-gending, Jineman, Ladrang, Ketawang, Srepeg, Lancaran dan Langgam. Karya- karya tersebut telah melangkah masuk menuju dapur rekaman yang di dukung dan di produksi oleh “Aini record” dari Nganjuk, dan karya-karya tersebut sudah di produksi di pasar-pasar tertentu.
Karya yang telah diciptakan oleh Jungkung Darmoyo antara lain :
·         Laras Wangi, Jineman, Laras Slendro, Pathet Sanga.
·         Ha Na Ca Ra Ka, Lancaran, Laras Pelog. Pathet Barang.
·         Bersih Desa, Lancaran, Laras Pelog, Pathet Nem.
·         Sabda Pujangga, Langgam, Laras Pelog, Pathet Nem.
·         Sesanti, Ladrang, Laras Pelog, Pathet Nem.
·         Mbok Yo Eling, Ladrang, Laras Slendro, Pathet Nem.
·         Nuju Prana, Ladrang, Laras Slendro, Pathet Sanga.
·         Mbangun Jiwa, Ladrang, Laras Slendro, Pathet Barang.
·         Bojana, Jineman, Laras Slendro, Pathet Manyura
·         Kembang kecubung, Jineman, Laras Pelog, Pathet Nem.
·         Ajining Diri, Lancaran, Laras Pelog, Pathet Nem.

Seperti yang telah disampaikan di atas, mengenai tanggapan dan pandangan masyarakat terhadap kontribusi yang telah dilakukan Jungkung Darmoyo dalam berkesenian sangat berpengaruh terhadap Jungkung Darmoyo, karena beban dan tanggung jawab besar terhadap sosial atau masyarakat harus di lakukan Jungkung Darmoyo sebagai seorang seniman.
Mengenai tanggapan/pandangan masyarakat seni atau non-seni pasti ada tanggapan/pandangan positif maupun negatif terhadap kontribusi yang telah dilakukan Jungkung Darmoyo selama ini. Ketika di lihat dari masyarakat seni, banyak tanggapan dan dorongan untuk Jungkung Darmoyo lebih meningkatkan kreatifitasnya, maupun banyak memberi tanggapan positif untuk mendukung melanjutkan karyanya. Namun ketika di lihat dari masyarakat non-seni, ada yang berpandangan positif maupun negatif.
Akan tetapi dari masyarakat non-seni kebanyakan mampu menerima kontribusi Jungkung darmoyo dalam berkesenian. Contohnya masyarakat non-seni bisa menerima karya-karya yang telah diciptakan Jungkung Darmoyo, dan memberikan pujian selama Jungkung Darmoyo berkarya. Di sisi lain ada tanggapan negatif dari masyarakat non-seni yang di bilang itu merusak dan tidak taat pada aturan, namun Jungkung Darmoyo tetap menampung tanggapan/padangan negatif maupun positif masyarakat tersebut, sikap yang diberikan Jungkung Darmoyo kepada masyarakat yang beranggapan negatif tersebut, karena berkesenian itu bebas dalam arti berkreatifitas dan mengembangkan, bukan merusak ataupun lepas dari aturan. karena dari tanggapan itulah, Jungkung Darmoyo bisa lebih maju dan berkembang dalam berkarya.
PENUTUP

Kesimpulan

Setelah penulis melakukan wawancara yang bersangkutan langsung terhadap tokoh seniman yang menjadi bahan topik penulis, sangat berarti penting bagi penulis, karena Jungkung Darmoyo adalah sosok panutan yang sangat berperan besar terhadap karawitan, dalam mengembangkan dan berkreatifitas di dalam karawitan. Naluri berkesenian dan kerja kerasnya dalam melestarikan karawitan yang dilakukan seperti berkarya, melatih karawitan, sangat berpengaruh besar akan kedepannya dunia karawitan, dan disitulah Jungkung Darmoyo memberi contoh positif kepada masyarakat terutama masyarakat seni untuk lebih menjaga nama baik dunia seni di Indonesia terutama kesenian Jawa.

Asal Usul Wayang Dan Sejarahnya

 Sejarah Wayang di Indonesia


Asal-usul dan perkembangan wayang tidak tercatat secara akurat seperti sejarah. Namun orang selalu ingat dan merasakan kehadiran wayang dalam kehidupan masyarakat. Wayang akrab dengan masyarakat sejak dahulu hingga sekarang, karena memang wayang itu merupakan salah satu buah usaha akal budi bangsa Indonesia. Wayang tampil sebagai seni budaya tradisional, dan merupakan puncak budaya daerah.
Menelusuri asal-usul wayang secara ilmiah memang bukan hal yang mudah. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini banyak para cendikiawan dan budayawan berusaha meneliti dan menulis tentang wayang. Ada persamaan, namun tidak sedikit yang saling-silang pendapat. Hazeu berbeda pendapat dengan Rassers begitu pula pandangan dari pakar Indonesia seperti K.p.a. Kusumadilaga, Ranggawarsita, Suroto, Sri Mulyono dan lain-lain.
  Namun semua cendikiawan tersebut jelas membahas wayang Indonesia dan menyatakan bahwa wayang itu sudah ada dan berkembang sejak zaman kuna, sekitar tahun 1500 SM, jauh sebelum agama dan budaya dari luar masuk ke Indonesia.
Jadi, wayang dalam bentuknya yang masih sederhana adalah asli Indonesia, yang dalam proses perkembangan setelah berseniuhan dengan unsur-unsur lain, terus berkembang maju sehingga menjadi ujud dan isinya seperti sekarang ini. Sudah pasti perkembangan itu tidak akan berhenti, melainkan akan berlanjut di masa-masa mendatang.
Wayang yang kita lihat sekarang ini berbeda dengan wayang pada masa lalu, begitu pula wayang di masa depan akan berubah sesuai zamannya. Tidak ada sesuatu seni budaya yang mandeg. Seni budaya akan selalu berubah dan berkembang, namun perubahan seni budaya wayang ini tidak berpengaruh terhadap jati dirinya, karena wayang telah memiliki landasan yang kokoh. Landasan utamanya adalah sifat "hamot, hamong, hamemangkat yang menyebabkannya memiliki daya tahan dan daya kembang wayang sepanjang zaman.

Hamot adalah keterbukaan untuk menerima pengaruh dan masukan dari dalam dan luar; Hamong adalah kemampuan untuk menyaring unsur-unsur baru itu sesuai nilai-nilai wayang yang ada, untuk selanjutnya diangkat menjadi nilai-nilai yang cocok dengan wayang sebagai bekal untuk bergerak maju sesuai perkembangan masyarakat.
 
Hamemangkat atau memangkat sesuatu nilai menjadi nilai baru. Dan, ini jelas tidak mudah. Harus melalui proses panjang yang dicerna dengan cermat. Wayang dan seni pedalangan sudah membuktikan kemampuan itu, berawal dari zaman kuna, zaman Hindu, masuknya agama Islam, zaman penjajahan hingga zaman merdeka, dan pada masa pembangunan nasional dewasa ini. Kehidupan global juga merupakan tantangan dan sudah barang tentu wayang akan diuji ketahanannya dalam menghadapinya.

Periodisasi
( pembabakan suatu masa )
Periodisasi perkembangan budaya wayang juga merupakan bahasa yang menarik. Bermula zaman kuna ketika nenek moyang bangsa Indonesia masih menganut animisme dan dinamisme. Dalam kepercayaan animisme dan dinamisme ini diyakini roh orang yang sudah meninggal masih tetap hidup, dan semua benda itu bernyawa serta memiliki kekuatan. Roh-roh itu bisa bersemayam di kayu-kayu besar, batu, sungai, gunung dan lain-lain. Paduan dari animisme dan dinamisme ini menempatkan roh nenek moyang yang dulunya berkuasa, tetap mempunyai kuasa. Mereka terus dipuja dan dimintai pertolongan. Untuk memuja roh nenek moyang ini, selain melakukan ritual tertentu mereka mewujudkannya dalam bentuk gambar dan patung Roh nenek moyang yang dipuja ini disebut "hyang" atau "dahyang".
Orang bisa berhubungan dengan para hyang ini untuk minta pertolongan dan perlindungan, melalui seorang medium yang disebut syaman’. Ritual pemujaan nenek moyang, hyang dan syaman inilah yang merupakan asal mula pertunjukan wayang. Hyang menjadi wayang, ritual kepercayaan itu menjadi jalannya pentas dan syaman menjadi dalang. Sedangkan ceritanya adalah petualangan dan pengalaman nenek moyang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Asli yang hingga sekarang masih dipakai. Jadi, wayang itu berasal dari ritual kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia di sekitar tahun l500 SM.
Berasal dari zaman animisme, wayang terus mengikuti perjalanan sejarah bangsa sampai pada masuknya agama Hindu di Indonesia sekitar abad keenam. Bangsa Indonesia mulai berseniuhan dengan peradaban tinggi dan berhasil membangun kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara, bahkan Sriwijaya yang besar dan jaya. Pada masa itu wayang pun berkembang pesat, mendapat pondasi yang kokoh sebagai suatu karya seni yang bermutu tinggi.
Pertunjukan roh nenek moyang itu kemudian dikembangkan dengan cerita yang lebih berbobot, Ramayana dan Mahabarata. Selama abad X hingga XV, wayang berkembang dalam rangka ritual agama dan pendidikan kepada masyarakat. Pada masa ini telah mulai ditulis berbagai cerita tentang wayang. Semasa kerajaan Kediri, Singasari dan Majapahit kepustakaan wayang mencapai puncaknya seperti tercatat pada prasasti di candi-candi, karya sastra yang ditulis oleh Empu Sendok, Empu Sedah, Empu Panuluh, Empu Tantular dan lain-lain. Karya sastra wayang yang terkenal dari zaman Hindu itu antara lain Baratayuda, Arjuna Wiwaha, Sudamala, sedangkan pergelaran wayang sudah bagus, diperkaya lagi dengan penciptaan peraga wayang terbuat dari kulit yang dipahat, diiringi gamelan dalam tatanan pentas yang bagus dengan cerita Ramayana dan Mahabarata. Pergelaran wayang mencapai mutu seni yang tinggi sampai sampai digambarkan "Hannonton ringgit menangis esekel", tontonan wayang sangat mengharukan.
Wayang Orang
Menarik untuk diperhatikan Cerita Ramayana dan Mahabarata yang asli berasal dari India, telah diterima dalam pergelaran wayang Indonesia sejak zaman Hindu hingga sekarang. Wayang seolah-olah identik dengan Ramayana dan Mahabarata. Namun perlu dimengerti bahwa Ramayana dan Mahabarata versi India itu sudah banyak berubah. Berubah alur ceritanya; kalau Ramayana dan Mahabarata India merupakan cerita yang berbeda satu dengan lainnya, di Indoenesia menjadi satu kesatuan. Dalam pewayangan cerita itu bermula dari kisah Ramayana terus bersambung dengan Mahabarata, malahan dilanjutkan dengan kisah zaman kerajaan Kediri. Mahabarata asli berisi 20 parwa, sedangkan di Indonesia tinggal 18 parwa. ( artikel, cerita, kesusastraan Jawa Kuna ).
Yang sangat menonjol perbedaannya adalah falsafah yang mendasari kedua cerita itu. Lebih-lebih setelah masuknya agama Islam. Falsafah Ramayana dan Mahabarata yang Hinduisme diolah sedemikian rupa sehingga menjadi diwarnai nilai-nilai agama Islam. Hal ini antara lain tampak pada kedudukan dewa, garis keturunan yang patriarkhat, dan sebagainya. Wayang diperkaya lagi dengan begitu banyaknya cerita gubahan baru yang bisa disebut lakon "carangan", maka Ramayana dan Mahabarata benar-benar berbeda dengan aslinya. Begitu pula, Ramayana dan Mahabarata dalam pewayangan tidak sama dengan Ramayana dan Mahabarata yang berkembang di Myanmar, Thailand, Kamboja, dan di tempat-tempat lainnya. Ramayana dan Mahabarata dari India itu sudah menjadi Indonesia karena diwarnai oleh budaya asli dan nilai-nilai budaya yang ada di Nusantara.
Rama & Shinta
Di Indonesia, walaupun cerita Ramayana dan Mahabarata sama-sama berkembang dalam pewayangan, tetapi Mahabarata digarap lebih tuntas oleh para budayawan dan pujangga kita. Berbagai lakon carangan  dan sempalan, kebanyakan mengambil Mahabarata sebagai inti cerita.
Masuknya agama Islam di Indonesia pada abad ke-15, membawa perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Begitu pula wayang telah mengalami masa pembaharuan. Pembaharuan besar-besaran, tidak saja dalam bentuk dan cara pergelaran wayang, melainkan juga isi dan fungsinya. Berangkat dari perubahan nilai-nilai yang dianut, maka wayang pada zaman Demak dan seterusnya telah mengalami penyesuaian dengan zamannya. Bentuk wayang yang semula realistik proporsional seperti tertera dalam relief candi-candi, distilir menjadi bentuk imajinatif seperti wayang sekarang ini. Selain itu, banyak sekali tambahan dan pembaharuan dalam peralatan seperti kelir atau layar, blencong, atau lampu, debog yaitu pohon pisang untuk menancapkan wayang, dan masih banyak lagi.


Para wali dan pujangga Jawa mengadakan pembaharuan yang berlangsung terus menerus sesuai perkembangan zaman dan keperluan pada waktu itu, utamanya wayang digunakan sebagai sarana dakwah Islam. Sesuai nilai Islam yang dianut, isi dan fungsi wayang telah bergeser dari ritual agama (Hindu) menjadi sarana pendidikan, dakwah, penerangan, dan komunikasi massa. Ternyata wayang yang telah diperbaharui kontekstual dengan perkembangan agama Islam dan masyarakat, menjadi sangat efektif untuk komunikasi massa dalam memberikan hiburan serta pesan-pesan kepada khalayak. Fungsi dan peranan ini terus berlanjut hingga dewasa ini.

gambar Sunan Kalijaga


Dalang Wanita Cantiq
Perkembangan wayang semakin meningkat pada masa setelah Demak, memasuki era kerajaan-kerajaan Jawa seperti Pajang, Mataram, Kartasura, Surakarta, dan Yogyakarta. Banyak sekali pujangga-pujangga yang menulis tentang wayang, menciptakan wayang-wayang baru. Para seniman wayang banyak membuat kreasi-kreasi yang kian memperkaya wayang.
Begitu pula para dalang semakin profesional dalam menggelar pertunjukan wayang, tak henti-hentinya terus mengembangkan seni tradisional ini. Dengan upaya yang tak kunjung henti ini, membuahkan hasil yang menggembirakan dan membanggakan, wayang dan seni pedalangan menjadi seni yang bermutu tinggi, dengan sebutan "Adiluhung". Wayang terbukti mampu tampil sebagai tontonan yang menarik sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral keutamaan hidup. Dari landasan perkembangan wayang tersebut di atas, tampak bahwa memang wayang itu berasal dari pemujaan nenek moyang pada zaman kuna, dikembangkan pada zaman Hindu, kemudian diadakan pembaharuan pada zaman masuknya agama Islam dan terus mengalami perkembangan dari zaman kerajaan-kerajaan Jawa, zaman penjajahan, zaman kemerdekaan hingga kini.

Indonesia Asli

Asal-usul wayang menjadi jelas, asli Indonesia yang berkembang sesuai budi daya masyarakat dengan Wayang Indonesia memiliki ciri khas yang merupakan jatidirinya. Sangat mudah dibedakan dengan seni budaya sejenis yang berkembang di India, Cina, dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Tidak saja berbeda bentuk serta cara pementasannya, cerita Ramayana dan Mahabarata yang digunakan juga bisa berbeda. Cerita terkenal ini sudah digubah sesuai nilai dan kondisi yang hidup dan berkembang di Indonesia.
Keaslian wayang bisa ditelusuri dari penggunaan bahasa seperti wayang, kelir, blencong, kepyak, dalang, kotak, dan lain-lain. Kesemuanya itu bahasa Jawa Asli. Berbeda misalnya dengan cempala yaitu alat pengetuk kotak, adalah bahasa Sansekerta. Wayang asli menerima pengaruh dari India. Bahasa dalam wayang ini terus berkembang secara pelan namun pasti dari bahasa Jawa Kuna atau bahasa Kawi, bahasa Jawa Baru dan bukan tidak mungkin kelak wayang ini akan menggunakan bahasa Indonesia. Wayang selalu menggunakan bahasa campuran yang biasa disebut 'basa rinengga' maksudnya bahasa yang telah disusun indah sesuai kegunaannya. Dalam seni pedalangan, kedudukan sastra amat penting dan harus dikuasai dengan baik oleh para dalang.

Sendratari Ramayana
Bentuk peraga wayang juga mengujudkan keaslian wayang Indonesia, karena bentuk stilasi peraga wayang yang imajinatif dan indah itu merupakan proses panjang seni kriya wayang yang dilakukan oleh para pujangga dan seniman perajin Indonesia sejak dahulu. Begitu majunya dan seni rupa, wayang sudah mencapai tingkat 'sempurna'. Penilaian ini obyektif, tidak berlebihan, apabila dibandingkan dengan bentuk-bentuk peraga wayang atau seni boneka dari mancanegara.

Sarat dengan Falsafah

 

Kekuatan utama budaya wayang, yang juga merupakan jati dirinya, adalah kandungan nilai falsafahnya. Wayang yang tumbuh dan berkembang sejak lama itu ternyata berhasil menyerap berbagai nilai-nilai keutamaan hidup dan terus dapat dilestarikan dalam berbagai pertunjukan wayang.
Bertolak dari pemujaan nenek moyang, wayang yang sudah sangat religius, mendapat masukan agama Hindu, sehingga wayang semakin kuat sebagai media ritual dan pembawa pesan etika. Memasuki pengaruh agama Islam, kokoh sudah landasan wayang sebagai tontonan yang mengandung tuntutan yaitu acuan moral budi luhur menuju terwujudnya 'akhlaqulkarimah'.
Proses akulturasi kandungan isi wayang itu meneguhkan posisi wayang sebagai salah satu sumber etika dan falsafah yang secara tekun dan berlanjut disampaikan kepada masyarakat. Oleh karena itu ada pendapat, wayang itu tak ubahnya sebagai buku falsafah, yaitu falsafah Nusantara yang bisa dipakai sumber etika dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Wayang bukan lagi sekedar tontonan bayang-bayang atau 'shadow play, melainkan sebagai 'wewayangane ngaurip' yaitu bayangan hidup manusia. Dalam suatu pertunjukan wayang, dapat dinalar dan dirasakan bagaimana kehidupan manusia itu dari lahir hingga mati. Perjalanan hidup manusia untuk berjuang menegakkan yang benar dengan mengalahkan yang salah. Dari pertunjukan wayang dapat diperoleh pesan untuk hidup penuh amal saleh guna mendapatkan keridloan Illahi.
Wayang juga dapat secara nyata menggambarkan konsepsi hidup 'sangkan paraning dumadi', manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali keharibaan-Nya. Banyak ditemui seni budaya semacam wayang yang dikenal dengan 'puppet show’, namun yang seindah dan sedalam maknanya sulit menandingi Wayang Kulit Purwa.
Itulah asal-usul wayang Indonesia, asli Indonesia yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Secara dinamis mengantisipasi perkembangan dan kemajuan zaman.
Organisasi Pewayangan
Perkembangan wayang dari waktu ke waktu selain didukung oleh masyarakat, juga digerakkan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat, bukan oleh pemerintah. Dahulu keraton menjadi pusat dan acuan pengembangan wayang dan seni pedalangan. Peranan keraton beralih pada lembaga-lembaga masyarakat antara lain berupa sanggar-sanggar, lembaga pendidikan, paguyuban-paguyuban budaya, kesenian dan dalam jaman modern sekarang ini telah tampil pula organisasi-organisasi pewayangan. Organisasi pewayangan bersifat lokal ada pula yang bersifat nasional. Organisasi pewayangan dan pedalangan yang bersifat nasional adalah Persatuan Pedalangan Indonesia atau PEPADI dan SENAWANGI atau Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia. Dua organisasi pewayangan yang sekarang berkiprah dalam upaya melestarikan dan mengembangkan wayang.
SENAWANGI atau merupakan organisasi pewayangan terkemuka dan terkonsolidasikan dengan baik. Didirikan pada tahun 1975, di Jakarta. Setiap 5 tahun sekali, menyelenggarakan Pekan Wayang Indonesia, yang merupakan puncak kegiatan pewayangan. Bersamaan dengan Pekan Wayang, dilaksanakan pula Kongres SENA WANGI. Pada bulan Agustus 1999, diselenggarakan Pekan Wayang Indonesia VII dan Kongres SENA WANGI yang ke enam. SENAWANGI mengelola Gedung Pewayangan Kautaman yang terletak di kompleks TMII Jakarta Timur. Diupayakan gedung ini bisa menjadi Pusat Pewayangan Indonesia dan dunia.
PEPADI organisasi profesi yang beranggotakan para dalang, pengrawit dan swarawati memiliki cabang di seluruh wilayah Indonesia. Banyak bergerak dalam kegiatan pagelaran wayang, pendidikan dan pelatihan dan lain-lain.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
adalah sebuah seni pertunjukkan Indonesia yang berkembang pesat dan telah diakui dunia karena keunikan yang dimilikinya. Sama seperti Batik, UNESCO pada 7 November 2003 juga telah menobatkan wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia. Seni pertunjukan wayang sendiri disukai oleh semua lapisan masyarakat. Bukan hanya di Jawa, kini wayang juga akrab dan sering disajikan di acara-acara sakral di seluruh dunia. Adapun bagi Anda yang ingin tahu seperti apa sejarah dan asal usul wayang beserta perkembangannya hingga saat ini, simaklah pemaparan kami berikut!

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/asal-usul-wayang-dan-sejarah.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.

Popular Posts